Senin, 16 Mei 2011

Mengejar Kemarau

Gelap di sini padamkan asa. Sementara terang di ujung sana kelihatan cukup menjanjikan. Terang itu masih cukup mengusik. Membuat aku bersedia berlari, tertatih, berjinjit, merangkak, dan berdiri dengan satu kaki, hanya untuk mengejar terang itu.
Dalam pengejaran, kubertemu dengan orang-orang yang menorehkan tanda tanya di dahi mereka: “Apa yang kamu pikir ada di terang itu?” “Sesuatu yang indah, mungkin....” “Kau hanya bermain dengan api!” Pikaranku dan mereka yang berdebat, tak kunjung membuatku mundur. Kuterus berlari, tertatih, berjinjit, merangkak, dan berdiri dengan satu kaki, hanya untuk mengejar terang itu.
Dalam pengejaran, kubertemu dengan Diam. Diam menatapku seakan-akan akulah mangsanya. Untuk menghindari Diam, kuberlari dengan lebih kencang. Meminjam kekuatan seekor cheetah. Ketika Diam sudah jauh, Diam berteriak, “Berdiamlah sebentar!” Tetapi aku tak menurut. Aku terus mengejar terang.
Dalam pengejaran, kubertemu dengan Perkara. Perkara menyambutku dengan tersenyum dan menyuguhkanku dengan berbagai macam hidangan. Ia bertanya, “Tak kah kau  ingin tau ada apa di balik terang itu?”. “Tentu aku ingin tapi akan aku cari jawabannya sendiri,” Jawabku tegas. “Bagus...bagus...” Perkara memberikan sebuah senyum yang penuh misteri. Maka setelah dipersilahkan aku kembali ke pengejaran.


Akhirnya terang itu semakin dekat. Kuukur hanya sekitar sepuluh langkah lagi. Dan ketika ku telah sampai perbatasan antara gelap dan terang. Aku melihat ke belakang, betapa gelap sungguh mencekam. Lalu beralih melihat ke depan, betapa terang begitu leluasa. Maka ku masuk ke area terang dan.... tak kusangka. Semuanya sungguh... kering. Kemarau. Tak ada yang hijau. Tak ada yang segar. Tak ada yang membuatku lebih bahagia daripada saat di area gelap. Hanya ada kemarau. Tak kusangka selama ini aku hanya mengejar kemarau. Tak ku mengerti.***

Mei 2011, di tengah pecarian semi

0 komentar:

Posting Komentar