Cinta itu tidaklah rumit kan? Sebab aku tak ingin
menjelaskan setiap helaan nafas yang tertahan. Sebab aku tak ingin menjelaskan
mengapa aku terdiam. Sebab aku tak ingin menjelaskan penyebab aku terpaku dalam
satu waktu...*
Captured by Alifia |
Saat itu di tempatmu,
Entah angin datang dari mana, tidak menggubris semua
perintahku untuk diam. Sesaat aku berharap bisa mengendalikannya, berharap
dapat mematahkan mandat sebelumnya, entah dari tuan yang mana.
“Padahal cuaca masih
cerah,” benakku. Tapi entah sudah sampai mana percakapan ini. Kadang aku merasa
tabir itu telah tercabik, terobek, tapi tak mati. Hanya meneruskan cahaya yang
kupikir tiada.
“Mungkin telah
mendahului hari,” katamu. Membaca pikiranku. Seperti mewakili semua
pertanyaanku. Juga mewakili hal lain, ya, hal lainnya. Ah, ambigu!
Langit masih secerah biasanya, walau aku berharap langit
berbaik hati menitikkan rimisnya. Supaya luruh semua asa, supaya lenyap semua
cerita. Untuk kesekian kalinya, aku berharap untuk lenyap. Ya, supaya aku tak
harus menyelesaikan epos ini.
“Bagaimana pun juga
hal ini bukan skenariomu,” katamu lagi. Menyindir ku yang ingin lari. Gagal
sudah. Lalu aku berpikir, ‘apakah tak ada
keinginan yang sama di benakmu?’ Hal ini memang bukan skenarioku, dan aku
tahu hal ini bukan pula skenariomu. Mungkin skenario dari tuan yang sama, yang telah
memandatkan angin menuliskan cerita. Dari tuan yang sama, yang telah memaksa
kita tuk bicara.**
Pagi ini di tempatku,
Kursor berkedip lama sekali. Menunggu cerita apa lagi yang
harus kutuliskan. Lagi lagi, aku hanya dapat berdiksi. Sebab aku belajar dari
embun, bahwa tak banyak yang harus dituliskan, hanya saja banyak yang harus
disiratkan. Sebab hujan tempo hari pun mengajariku, bahwa esok adalah misteri
yang harus dijaga kerahasiannya. Sebab aku ingin menyimpannya rapat-rapat
selayaknya seharusnya. Sebab -terkadang- rahasia lebih indah. ***
Bagus mbak..
BalasHapusLanjutkan..
-->> http://harpa82.blogspot.com/