Senin, 01 Mei 2017

Menjadi Penakut

"Saya takut akan amanah ini,"
 
Langit Al-Furqon UPI

"Jangan sebut-sebut nama saya," ujar lelaki itu. Gerik matanya terlihat cemas. Raut wajahnya memelas meski tetap tegas. "Seandainya khalifah menyebut-nyebut nama saya untuk jabatan itu, hendaknya engkau halangi. Dan kalau Ia tak menyebutnya, maka sungguh jangan kau ingatkan namaku kepadanya."
 
Lelaki itu ialah Abu Hafs Umar bin Abdul Aziz bin Marwan bin Hakam bin As bin Umayah bin Abd Syams, kita biasa mengenalnya sebagai Umar bin Abdul Aziz. Seorang 'ulil amri dari kalangan Bani Umayyah yang masyhur lagi wangi namanya. Keturunan dari Khulfaurrasyidin ke-2, Umar bin Khattab.
 
Umar bin Abdul Aziz hanya memerintah selama 2,5 tahun, tetapi dalam waktu yang sesingkat itu beliau mampu membawa banyak perubahan progresif di masa kekhalifahan Dinasti Umayyah. Menyamai bahkan melampaui khalifah lain yang masa kepemimpinannya berpuluh-puluh tahun lebih lama. Di tangannya, Dinasti Umayyah mencapai puncak kejayaannya.
 
Beliau terkenal akan keadilan, kebijaksanaan, dan kerendahhatiannya. Ada sebuah kisah yang saya ingat betul saking mengharukannya. Syahdan, putranya Umar datang menghadap ayahnya, hendak membahas masalah keluarga. Mengetahui iktikad putranya, Umar segera meniup lampu minyak yang ada di kantornya.
 
Ruangan itu menjadi gelap gulita.
 
Putranya Umar tentu kebingungan. Mengapa ayahnya malah mematikan sumber cahaya satu-satunya ketika ia datang? Tetapi bukannya menangkap rasa bingung putranya, Umar justru berkata, "Apa yang hendak kau sampaikan kepadaku, Nak?"
 
"Wahai ayah, mengapa kita bergelap-gelapan begini? Mengapa engkau meniadakan satu-satunya sumber cahaya di ruangan ini?" Tanya putranya.
 
Umar bin Abdul Aziz tersenyum simpul sembari menjawab, "wahai anakku, kita hendak berbicara mengenai urusan keluarga, sedang minyak yang dibeli pada lampu itu adalah uang dari Negara. Itu berarti cahaya lampu ini dari uang rakyat, dan aku tidak mengambil uang rakyat."
 
Luar biasa ya? :')  Betapa hari ini banyak dari kita yang mengejar-ngejar tahta seakan-akan dengannya kita bisa meraup keuntungan dunia. Namun, lewat keteladanan Umar, kita tahu bahwa semua tidak sesederhana itu. Bahwa setiap tetes minyak yang berasal dari uang rakyat akan dipertanggungjawabkan, bahwa setiap angka di belakang koma akan menjadi pertanyaan di Yaumul Hisab, bahwa menjadi pemimpin--seperti kata beliau--adalah yang paling berat pertanggungjawabannya.
 
Mungkin hal itu pulalah yang mendasari ucapannya saat ia ditetapkan sebagai ulil amri:
 
 "Saya takut akan amanah ini,"
 
Nyatanya, seorang Umar bin Abdul Aziz jualah seorang "penakut". Beliau takut akan banyaknya urusan umat yang mungkin menjadi pemberat hisabnya di akhir nanti. Dan bukan hanya itu, melainkan juga penyakit-penyakit yang mungkin datang menyertainya.

Penyakit? Iya. Sebab ada banyak cara bagi setan untuk menanamkan penyakit hati pada manusia, salah satunya lewat ketenaran dan kekuasaan. Hal yang akan amat sulit dihindari manusia.
 
Seperti kata K.H. Mu'tamid Chalil yang amat jleb ini, "dan ketika mata melihat ketakjuban, telinga mendengar pujian, jiwa menangkap rasa hormat, dan diri merasakan pemuliaan. Siapakah manusia zaman ini yang akan tahan?"

Oleh karena itu, sah-sah saja menjadi penakut jika ketakutan kita didasari pada ketakutan yang lebih tinggi, yaitu ketakutan akan ketiadaan ridha Allah pada diri kita :') Keteladanan itu telah diberikan oleh Umar bin Abdul Aziz, Abu Bakar ash-Shiddiq, bahkan Rasulullah sendiri saat hendak mencerna wahyu Allah yang pertama.
 
وَلَتُسْأَلُنَّ عَمَّا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
"... Dan sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan."
(QS. An-Nahl:93)
 
Innalillahi wa inna ilaihi raji'un. Semua datangnya dari Allah, dan akan kembali kepada-Nya.
 

0 komentar:

Posting Komentar