Sabtu, 23 Maret 2013

yang belum selesai

Cinta itu tidaklah rumit kan? Sebab aku tak ingin menjelaskan setiap helaan nafas yang tertahan. Sebab aku tak ingin menjelaskan mengapa aku terdiam. Sebab aku tak ingin menjelaskan penyebab aku terpaku dalam satu waktu...*

Captured by Alifia
Saat itu di tempatmu,

Entah angin datang dari mana, tidak menggubris semua perintahku untuk diam. Sesaat aku berharap bisa mengendalikannya, berharap dapat mematahkan mandat sebelumnya, entah dari tuan yang mana.

“Padahal cuaca masih cerah,” benakku. Tapi entah sudah sampai mana percakapan ini. Kadang aku merasa tabir itu telah tercabik, terobek, tapi tak mati. Hanya meneruskan cahaya yang kupikir tiada.

“Mungkin telah mendahului hari,” katamu. Membaca pikiranku. Seperti mewakili semua pertanyaanku. Juga mewakili hal lain, ya, hal lainnya. Ah, ambigu!

Langit masih secerah biasanya, walau aku berharap langit berbaik hati menitikkan rimisnya. Supaya luruh semua asa, supaya lenyap semua cerita. Untuk kesekian kalinya, aku berharap untuk lenyap. Ya, supaya aku tak harus menyelesaikan epos ini.

“Bagaimana pun juga hal ini bukan skenariomu,” katamu lagi. Menyindir ku yang ingin lari. Gagal sudah. Lalu aku berpikir, ‘apakah tak ada keinginan yang sama di benakmu?’ Hal ini memang bukan skenarioku, dan aku tahu hal ini bukan pula skenariomu. Mungkin skenario dari tuan yang sama, yang telah memandatkan angin menuliskan cerita. Dari tuan yang sama, yang telah memaksa kita tuk bicara.**


Pagi ini di tempatku,

Kursor berkedip lama sekali. Menunggu cerita apa lagi yang harus kutuliskan. Lagi lagi, aku hanya dapat berdiksi. Sebab aku belajar dari embun, bahwa tak banyak yang harus dituliskan, hanya saja banyak yang harus disiratkan. Sebab hujan tempo hari pun mengajariku, bahwa esok adalah misteri yang harus dijaga kerahasiannya. Sebab aku ingin menyimpannya rapat-rapat selayaknya seharusnya. Sebab -terkadang- rahasia lebih indah. ***