Rabu, 23 Desember 2015

Tentang Hati

"Barangkali, ketidaktenangan itu muncul karena hati ini belum khusyuk."
- seseorang, hari itu

Padang Pasir Bromo dilihat dari B29, Lumajang. Captured by Alifia

Menyoal ketidaktenangan, tiap insan dapat menafsirkan rasa itu dengan berbeda. Mungkin gelisah, galau, bingung, takut, atau bahkan putus asa. Namun, karena ini urusan perasaan, tak ada parameter pasti bagaimana sebuah rasa bisa bernama.

Nostalgia dua tahun silam, pernah ada seorang Ibu yang berbagi kepadaku perihal ini. Soal rasa milik manusia. Ia adalah wanita yang sudah pahit-manis mencicipi dunia selama hampir setengah abad. Hal yang mengagumkan, beliau adalah seorang aktivis kemanusiaan --bersama almarhum suaminya-- yang tidak pernah goyah, konsisten melakukan kebaikan, meski satu persatu yang dimiliki telah pergi meninggalkannya.

"Allah itu yang memiliki hati," ucapnya. Aku mengangguk-angguk, setuju.

"Ada banyak rasa yang belum kita ketahui namanya," aku memerhatikan matanya, bening, kemudian nada suaranya lebih tegas, "tetapi rasa tidak tenang itu pasti."

"Saat hati kita tidak tenang, mungkin Allah sedang memberi tahu bahwa ada yang salah," ia diam, aku diam, kami sama-sama takzim merenungkan.

**

Manusia telah dianugerahi rasa. Berbagai macam bentuknya. Saat rasa tidak tenang itu datang, mungkin saatnya lah bagi hati ini untuk berbenah. Apa yang salah? Apa yang menghalangi hati ini untuk berbahagia? Apa obatnya?

Ah, iya, suatu hari mentorku pernah berbagi nasihat ini. Amat indah.
"Hati manusia itu cepat berubah-ubah dan cepat lupa. Ia berselimut cahaya yang meliputinya sehingga berkilau seperti sinar. Namun, apabila lama tidak digosok dengan peringatan atau ingatan, ia akan kusam mengeras dan hilang kilauannya sehingga menjadi gelap  dan hitam. Karena itu, harus ada peringatan bagi hati agar selalu ingat dan khusyuk. Ia harus selalu ditempa sehingga tetap halus dan berkilau, harus selalu dijaga dalam kondisi sadar agar tidak menjadi tumpul dan keras."
- Sayyid Qutb dalam Tarbiyah Ruhiyah Ala Tabi'in

Ya, harus ada peringatan bagi hati agar selalu ingat dan khusyuk. Peringatan itu bisa datang dalam cobaan. Bisa datang dalam bentuk rasa tidak tenang. Peringatan itu datang untuk mengembalikan hati pada keadaan khusyuk. Maka, peringatan itu boleh jadi bentuk kasih sayang Allah, dalam upaya memanggil hati hamba-Nya yang tengah berada di jalan yang salah. Masya Allah.

Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan berzikir (mengingat) Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram” (QS. Ar-Ra'du: 28) 
Khusyuk --kata seseorang hari itu-- dapat digapai bila kita berusaha mendirikan shalat dengan benar. Mulai dari thaharah-nya sampai salamnya. Shalat, sebagai amalan pertama yang akan dihisab, juga lah merupakan kunci ketenangan hidup kita di dunia. Bukankah apabila kita berusaha meraih akhirat, maka kita akan mendapatkan akhirat dan dunia? Shalat lah akhirat kita, pun ketenangan dunia kita.

Bukan hal yang mudah memang, untuk membiasakan khusyuk dalam keseharian kita. Namun, jangan sampai kesibukan kita dalam mengurusi urusan dunia membuat Allah harus menegur kita dengan bertanya, "belum tibakah waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk secara khusyuk mengingat Allah?" (QS. Al-Hadid: 16)

***

Catatan kecil di hari Jumat, 18/12/2015

0 komentar:

Posting Komentar