[masih sebuah imaji]
"Hendak ke mana?" tanyaku parau--pada kamu yang berlalu tanpa ba bi bu.
"Bukan tentangmu. Maaf, kali ini benar-benar bukan," datar, matamu hanya memerhatikan ubin-ubin abu.
"Memang sejak kapan," ujarku tertahan, "sejak kapan sesuatu menjadi tentangku?" akhirnya tanya itu kuputuskan untuk dilontarkan.
Kamu terdiam.
Barangkali memang aku salah mengucapkan. Dan aku menyesal sudah menanyakan.
"Apakah harus ada awal," katamu kemudian, "untuk sesuatu yang tidak memiliki akhir?"
Kamu pergi. Menyisakan aku, langit biru, dan keabsurdan sebuah jawaban.
"Bukan tentangmu. Maaf, kali ini benar-benar bukan," datar, matamu hanya memerhatikan ubin-ubin abu.
"Memang sejak kapan," ujarku tertahan, "sejak kapan sesuatu menjadi tentangku?" akhirnya tanya itu kuputuskan untuk dilontarkan.
Kamu terdiam.
Barangkali memang aku salah mengucapkan. Dan aku menyesal sudah menanyakan.
"Apakah harus ada awal," katamu kemudian, "untuk sesuatu yang tidak memiliki akhir?"
Kamu pergi. Menyisakan aku, langit biru, dan keabsurdan sebuah jawaban.
*