[sebuah imaji]
“Jangan menjadi senyap,” ujarmu. Membuatku pengap.
“Ah,” aku menjawab sekenanya, “tidak semua rasa bisa diurai menjadi frasa. Kau tentu tahu betul perihal itu,”
“Setidaknya cobalah,” ujarmu lagi.
“Baiklah,” aku menyerah pada adu argumen tiada hujung ini, lalu berkata:
“Yang pertama dan utama,” lidahku sempat tersekat,
“… jangan pernah berharap. Meski hanya sekejap.”
Kemudian ada senyap yang lebih pengap. Kamu terenyak, lalu aku memutuskan untuk lenyap.
*
BAGIAN PERTAMA: ATOM
Lima bulan sebelum percakapan imaji tentang senyap.