Copyright © Catatan Alifia
Design by Dzignine
Senin, 26 Desember 2016

VALENSI (I)

[sebuah imaji]

Jangan menjadi senyap,” ujarmu. Membuatku pengap.
Ah,” aku menjawab sekenanya, “tidak semua rasa bisa diurai menjadi frasa. Kau tentu tahu betul perihal itu,”
Setidaknya cobalah,” ujarmu lagi.
Baiklah,” aku menyerah pada adu argumen tiada hujung ini, lalu berkata:
Yang pertama dan utama,” lidahku sempat tersekat,
“… jangan pernah berharap. Meski hanya sekejap.”
Kemudian ada senyap yang lebih pengap. Kamu terenyak, lalu aku memutuskan untuk lenyap.
*
BAGIAN PERTAMA: ATOM
Lima bulan sebelum percakapan imaji tentang senyap.
Jumat, 02 Desember 2016

Menjadi Air

"Ternyata kelembutanlah yang mampu merapatkan keragaman,"
- Aa Gym

air yang menggerimis, mengembun, dan merinai
Tetes-tetes air ialah kerdil jika dibandingkan dengan luasnya lautan. Namun tetap, lautan tidak akan menjadi lautan bila tidak ada tetes-tetes air yang berkumpul, bersirkulasi, dan bermuara. Maka seperti itu pula lah menjadi air: menjadi tetes kerdil di bentangnya semesta, sekaligus menjadi bagian penting: penyusun dari keeksisan dunia.

Menjadi air adalah tentang ke-tawadhu-an seorang manusia yang berupaya menghamba. Bahwa tidak ada daya yang dipunya, pun upaya, selain dari Allah Sang Mahasegala. Benarlah, apa yang kita punya jika jasad saja bukan milik kita? Bahkan Imam Syafi'i berkata, "Setiap kali bertambah ilmuku, semakin aku tahu bahwa diriku belumlah tahu." Seharusnya semakin kita mendewasa, semakin kita sadar bahwa diri ini tak berpunya.

Menjadi air adalah tentang menabung demi tergapainya lautan, tentunya lautan kebaikan. Karena ada yang berkata, banyak orang yang tengah berlomba-lomba di dunia, tetapi perlombaan paling baik adalah perlombaan dalam kebaikan. Fastabiqul khayrat.
Minggu, 06 November 2016

Di Mana Aku Berada?

يَأْتِى عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ الصَّابِرُ فِيهِمْ عَلَى دِينِهِ كَالْقَابِضِ عَلَى الْجَمْرِ
Akan datang kepada manusia suatu zaman, orang yang berpegang teguh pada agamanya seperti orang yang menggenggam bara api.” 
(HR. Tirmidzi no. 2260)

[sebuah refleksi]


Aku khawatir terhadap suatu masa yang rodanya dapat menggilas keimanan.
Keyakinan hanya tinggal pemikiran yang tidak berbekas dalam perbuatan.

Ada orang baik tapi tidak berakal, 
ada orang berakal tapi tidak beriman. 

Ada yang berlisan fasih tapi berhati lalai,
ada yang khusyuk namun sibuk dalam kesendirian.

Ada ahli ibadah tapi mewarisi kesombongan iblis,
ada ahli maksiat tetapi rendah hati bagaikan sufi.

Ada yang banyak tertawa hingga hatinya berkarat, 
ada yang banyak menangis tetapi karena kufur nikmat.

Ada yang murah senyum tetapi hatinya mengumpat, 
ada yang berhati tulus tetapi wajahnya cemberut.

Ada yang berlisan bijak tetapi tidak memberi teladan, 
ada juga pezina yang tampil sebagai figur panutan.

Ada yang punya ilmu tetapi tidak paham, 
ada yang paham ilmu tetapi tidak mengamalkannya.

Ada yang pintar tetapi tukang membodohi umat, 
ada yang bodoh malah sok pintar.

Ada yang beragama tetapi tidak berakhlak, 
ada yang berakhlak tetapi tidak bertuhan

Lalu di antara semua itu, 
di mana aku berada? 

(Ali bin Abi Thalib)

Aku Tidak Ingin

Keinginan dan ketidakinginan adalah sama, 
das sollen.
Izinkan aku mentransformasikannya 
mewujud das sein.

Langit Isola, gambar oleh Else

Aku tidak ingin menulis dan mempublikasikan sesuatu yang akan memberikan celah untukku menyesal di kemudian hari. Karena masa depan semisteri ini, aku tidak akan membiarkan tulisan hari ini merusak kesucian di masa nanti.

Aku tidak ingin memburu-buru dengan tindakan yang tidak perlu. Aku tidak ingin menyimpulkan masa depan semudah dengan hanya membuat tulisan. Aku tidak ingin menumpahkan angan tentang seseorang lewat sesuatu yang tidak berlandasan.
Senin, 24 Oktober 2016

Pernyataan Sikap

إِنَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئًا لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا بَدَّلَكَ اللَّهُ بِهِ مَا هُوَ خَيْرٌ لَكَ مِنْه
“Tidaklah engkau meninggalkan sesuatu karena Allah, kecuali Allah akan mengganti bagimu dengan sesuatu yang lebih baik dari apa yang kamu tinggalkan.”

Senja di Ciwangun

Aku harus menahan diri
Berlaku tegas pada diri sendiri
Sebab denganmu, 
perkara ini dapat menjadi penyakit hati

Aku harus mengambil sikap
Menyapa dalam senyap
Menutup dengan rapat
Jalan-jalan bersekat
Celah masuknya syahwat

Karena itu
aku harus menahan diri
Karena itu
untuk saat ini
Kita harus saling menjauh
untuk saling menjaga

Hingga rasa bermetamorfosa
Hingga takdir menjawab skenario-Nya
dengan sebaik-baik cara dan rencana
yang belum kita tahu bentuknya
tapi kita yakini nyatanya
Kamis, 06 Oktober 2016

Bicara Prinsip

hidup setia merinai
tentang semai yang meninggalkan petuah permai
"Yakinkah mengikuti yang salah meski ramai?"

hidup melerai,
"Jangan menduakan prinsip, jangan pasif!"
kasihani hati yang tangisannya menyungai
bisa mati terhujam derai
bercerai
berai

Langit Jayagiri. Ia kokoh karena Dia menjadikan padanya ketetapan. Langit berpegang pada prinsipnya,
sampai saatnya dimandatkan untuk runtuh di akhir zaman.

Hidup bukan wahana statis. Meski dipertahankan diam dalam zona aman, akan selalu ada kondisi yang mengharuskan perubahan. Hidup senantiasa berubah, apakah kita juga perlu berubah?

Ada Prinsip yang Menyertai Tujuan
Syahdan, ketika kaum Muhajirin baru saja tiba di Yatsrib, langit sudah dipenuhi dengan sorak-sorai dan gegap-gempita kaum Anshar. Yatsrib, yang kemudian dikenal sebagai Kota Madinah, menjadi tempat hijrah yang amat baik. Sebab padanya didapatkan kedamaian dan kenikmatan ukhuwah yang dilimpahkan tiada redam oleh penduduk asli Yatsrib pada kaum Muhajirin.

Tidak terkecuali Abdurrahman bin 'Auf, sosok yang nantinya terkenal akan kedermawanannya ini, dulu hijrah ke Yatsrib dengan alpa tak berpunya. Namun manisnya ukhuwah dibuktikan dengan kehadiran Sa'ad bin ar-Rabi' yang tanpa ragu-ragu menawarkan segala kebutuhan untuk Abdurrahman.

Sabtu, 24 September 2016

JICA di Sini Ada Rasa

Entah besok, lusa, di masa depan, apa yang kita pikir akan selalu digenggam mungkin saja (di/ter)lepas. Maka kesimpulan hanya eksis untuk mereka yang telah menyingkap tabir dengan sebaik-baik cara, rencana, waktu, dan keadaan.
*

Catatan: 
untuk para penggenggam yang dirundung tanya tiada redam

Gedung JICA, UPI; pada senja bulan September

Jumat, 26 Agustus 2016

Syukur

[refleksi]

Senja di atas kereta pasundan. Gambar oleh Gabby

Saya mensyukuri Allah yang senantiasa menyertai
Mencintai kami yang amalnya sepi
Lebih dari cinta matahari pada bumi
Lebih dari cinta manusia pada diri sendiri
Lebih dari cinta ibu pada sang buah hati

Ketika kami berdoa, Ia amini
Ketika kami bertaubat, Ia ampuni
Ketika kami berjalan, Ia berlari
Ketika kami jauh, Ia tetap menyertai
Menyayangi kami dengan kasih yang mahatinggi, yang ilmu kami tak sampai mengerti

Saya mensyukuri Allah yang senantiasa menyertai
Tanpa diminta, Ia kan memberi
Sebab tanpa dipuji, Ia sudah Maha Memiliki

Saya mensyukuri Allah, sebab saya tak perlu jauh mencari
Ketentraman itu sudah terletak di hati
Dalam takwa dan tawakal pada Ilahi


Kamis, 25 Agustus 2016

Menjaga Perasaan

Menjaga perasaan bukanlah (hanya) tentang memandang dari kejauhan, dalam diam. Bukan pula (hanya) tentang menahan rasa penasaran dari kegemaran dan kesukaan seseorang. Bukan (hanya) mengenai menunggu hingga bisa saling mencukupkan. Bukan, perkara ini tidak pernah seremeh itu. Tidak pernah sekali pun.
Langit Pasteur, Agustus 2015

Senin, 20 Juni 2016

Hendak Sampai Kapan?

[refleksi]

"Jadilah engkau di dunia ini seperti orang asing 
atau bahkan seperti orang yang sekadar lewat (musafir)."
(HR. Bukhari no. 6416)

Ada beban. Ya, ada beban pada setiap manusia yang lahir ke dunia. Bukan beban biasa karena ia adalah beban amanah yang--dalam wejangan Imam Ghazali--merupakan hal paling berat di dunia ini.

Amanah yang sama. Dahulu kita semua pernah mengikrarkan janji yang serupa. Syahadat sebelum turun ke alam dunia. 
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman) “Bukankah Aku ini tuhanmu?” mereka menjawab, “Betul (Engkau tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar pada hari kiamat kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”. (QS. Al A’raaf, 7 : 172). 
Memang mungkin kita semua sudah lupa. Namun tak pula kita bisa sangsikan firman-Nya dalam alquran mulia. Tanya: hendak lupa sampai kapan?

Ada kita yang sudah menyadari bebannya. Namun juga selalu melangkah dengan sombong seakan lupa. Namun juga mendobrak batasan menjadi alpa. Namun juga berdalih untuk hidup seakan dunia untuk selamanya. Hendak sampai kapan?


Hendak sampai kapan? Padahal hati sudah keruh babak belur, sementara umur terus mendekati kubur. Astaghfirullah. Ampunilah kami Ya Allah, ampunilah kami.
Senin, 06 Juni 2016

METAMORF [III]

Sudah berapa laksa bincang kita menuai senyap?
Padahal aku tak pernah membubuhi titik,
kau hanya berlalu.
Pelesat pilu.

Ada aku di balikmu.
Mengukir pisah di punggung yang tengah berlalu itu.
"Sampai bertemu,"
biar bincang kita selesai di sini dulu

[Bagian Ketiga: Memahami]

mari duduk sejenak sebelum cangkir (dan bincang kita) lenyapgambar oleh Rafika

[baca dahulu]

Manusia sering terjebak pada pertanyaan: apa yang sesungguhnya harus diperjuangkan? Namun suatu hari aku bertemu dengan lelaki ini. Dia berhasil membuat segalanya tampak sederhana. Dia berkata, perjuangan bisa jadi ialah barisan doa. Doa yang ditambatkan kencang-kencang pada bintang karena dia sempat khawatir doa itu akan jatuh berpulang ke bumi. Ia khawatir kalau kalau doa itu ikut mati bersama tanah atau membusuk menjadi kompos. Lelaki itu menjaga doanya rapat-rapat dalam ransel supaya tidak ada yang mencuri dengar. Bahaya bila ada! Doa tentang perempuannya tidak boleh diketahui siapa pun (untuk saat ini). Sampai sang lelaki bisa kembali dengan bekal yang lebih layak. Kembali pada sang perempuan dengan perbincangan yang semoga nantinya tiada usai. Tidak menuai senyap seperti yang terjadi hari ini.

Info Beasiswa: Dataprint

Salah satu program beasiswa nasional yang sampai saat ini gencar diadakan adalah Program Beasiswa Dataprint. Sebagai salah satu program kerja CSR (Corporate Social Responsibility), Beasiswa Dataprint kini telah memasuki tahun keenam dengan lebih dari 1000 beasiswa telah diberikan bagi pelajar dan mahasiswa penerimanya.

sumber: Google
Dikutip dari website resmi Beasiswa Dataprint, di tahun 2016 sebanyak 500 beasiswa akan diberikan bagi pendaftar yang terseleksi. Program beasiswa dibagi dalam dua periode. Periode pertama berlangsung dari tanggal 27 Januari sampai 20 Juni 2015. Beasiswa juga terbagi dalam tiga nominal yaitu Rp 250 ribu, Rp 500 ribu dan Rp 1 juta. Dana beasiswa akan diberikan satu kali bagi peserta yang lolos penilaian. Aspek penilaian berdasarkan dari essay, prestasi dan keaktifan peserta.

Nah, bagi teman-teman yang ingin mencoba peruntungannya di program ini, silakan kunjungi website Beasiswa Dataprint. Jangan lupa juga untuk mengecek persyaratannya di link ini.
Semoga sukses untuk kita semua! :)
Selasa, 03 Mei 2016

Meikita

halimun memudar, cahaya berpendar
delapan belas ia megar
mekar

pada kata;
rasa menjelma
doa bermakna
untuk Meikita

*

Pemeran utama hari ini. Meyday!

"Me-di-na. Eh, Mei-dina deh. Siapa ya?" itulah pertanyaanku ketika melihat daftar orang yang "bertahan" di ekskul ini setelah tiga bulan masa wajib. Aku mencoba mencari tahu. Lewat twitter kutemukan akunmu. Aku telisik wajah di display picture. Ah, ini dia orangnya! Dan setelah itu, hari-hariku berubah. Ada kamu, my May.

Kamu geli membacanya? Aku juga. Hehe. Namun, seperti kata-kata yang aku pinjam dari Dinar Fauziah pada kartu ucapan selamat hari kelahiran kamu yang ke-17, yang sampai sekarang belum aku berikan ke kamu, "3 Mei itu ga ada apa-apa sampai aku punya kamu, Mei,"

 *

Minggu, 10 April 2016

Ta Nara

Dear Ta Nara,

Menerobos hujung, melantahkan hati, mencipta kata.
Selalu, aku berusaha menerka dirimu.
Yang tak ubahnya hangat dan percik
dalam denai manusia, mencari makna.

*

Betapa lain-dari-biasanya ekspresimu ini. Aku bersyukur berhasil menjepretnya //peace :v

Dear Ta Nara, 
kalau benar tiap orang punya flavor-nya masing-masing, maka menurutku kamu adalah ...

Untuk Platyhelminthes Favoritku

Apa cacing gepeng dan cacing pipih sama?

Mungkin berbeda

Tapi nggak masalah, biar judulnya tetap kece: memuat istilah latin. Haha.

*

Untuk Platyhelminthes favoritku,

Hari ini kamu masih tujuh belas ya? Betapa luar biasa pencapaianmu. Sebentar lagi kau akan berjaket hijau-biru. Berjuang lagi di medan selanjutnya, pertempuran sakti lainnya. Tenang, belum menjadi bharatayudha kok. Hm, tetapi untuk apa menenangkanmu? Toh ilmu tenang adalah kojo-mu.

Kamis, 25 Februari 2016

Yang Sering Kita Lupa

tentang hal yang paling sering kita lupa, yang seharusnya paling sering kita syukuri

selamat pagi dari Sikunir! Katanya, "syukur itu didatangkan, bahagia itu pilihan" :)

Menjalani kehidupan tentunya akan selalu diiringi dengan naik-turun perasaan. Selalu saja ada badai, besar atau kecil, yang dihadapkan pada tubuh kita yang ringkih ini. Namun sayangnya, tidak setiap orang bisa bertahan kokoh menerjang, ada saja yang terpeleset, terduduk, atau malah jatuh tengkurap.

Sebab badai bukanlah suatu hal yang dapat diterka, upaya preventiflah yang harus kita pertegas. Sedia payung sebelum hujan, sedia shelter sebelum badai menerjang. Hati lah yang harus bersiap sedia, istilah agamanya, bertawakal pada Dia Yang Memandatkan Badai.

Ah saya jadi ingat, dulu pernah ada nasihat indah yang saya baca. Kalau boleh saya bilang, nasihat itu merupakan salah satu nasihat paling ampuh yang pernah saya dapat. Hingga masih saja nasihat itu terekam dalam benak saya. Kurang lebih nasihat itu berbunyi:
Minggu, 14 Februari 2016

Melukis Warna

[ sepotong catatan kecil]

langit ciptaan Sang Khalik yang kukagumi lewat jendela
Kereta Pasundan, dari Bandung--Surabaya

Salah satu manfaat terbesar yang saya rasakan dari menulis adalah untuk memunculkan rasa syukur. Dengan membaca kembali tulisan masa silam, kita akan dipertemukan pada diksi dan pemikiran masa kanak. Membuat kita menyadari betapa banyaknya perubahan yang terjadi. Membuat kita mensyukuri Rabb sudah menjadikan kita seperti kita yang sekarang ini.

Saya belajar. Adalah pengalaman yang menjadikan kehidupan kita berwarna. Entah itu berwarna merah bara atau biru sendu. Entah itu suka atau duka, atau mungkin di antara keduanya. Setiap orang punya kisahnya masing-masing, punya warnanya masing-masing. Maka jurnal warna adalah jurnal paling tepat untuk kita lukis, dengan harapan semoga warna-warna itu lah yang menjadikan kita lebih kokoh menghadapi kehidupan di masa selanjutnya.

Di tulisan ini saya ingin berterima kasih kepada mereka yang telah memberikan warna pada hidup saya. Saya juga amat bersyukur karena Rabb telah memberikan kehidupan saya warna-warna yang indah. Meski tak semuanya warna cerah, saya yakin keindahan pelangi terjadi karena warna-warna gelap turut menghiasinya. Maka saya memilih untuk percaya bahwa kuas yang digunakan untuk melukis jurnal warna ini masih memiliki banyak harapan. Ya. Sesak akan harapan, doa, dan cinta.

Saya pun yakin kalian juga begitu. Akan ada saatnya untuk segala sesuatu, pun kesuksesan hidup masing-masing kalian. Pilihlah untuk percaya. Sebab takdir bisa kita lukis apabila kita menghendakinya.