Kamis, 25 Februari 2016

Yang Sering Kita Lupa

tentang hal yang paling sering kita lupa, yang seharusnya paling sering kita syukuri

selamat pagi dari Sikunir! Katanya, "syukur itu didatangkan, bahagia itu pilihan" :)

Menjalani kehidupan tentunya akan selalu diiringi dengan naik-turun perasaan. Selalu saja ada badai, besar atau kecil, yang dihadapkan pada tubuh kita yang ringkih ini. Namun sayangnya, tidak setiap orang bisa bertahan kokoh menerjang, ada saja yang terpeleset, terduduk, atau malah jatuh tengkurap.

Sebab badai bukanlah suatu hal yang dapat diterka, upaya preventiflah yang harus kita pertegas. Sedia payung sebelum hujan, sedia shelter sebelum badai menerjang. Hati lah yang harus bersiap sedia, istilah agamanya, bertawakal pada Dia Yang Memandatkan Badai.

Ah saya jadi ingat, dulu pernah ada nasihat indah yang saya baca. Kalau boleh saya bilang, nasihat itu merupakan salah satu nasihat paling ampuh yang pernah saya dapat. Hingga masih saja nasihat itu terekam dalam benak saya. Kurang lebih nasihat itu berbunyi:

Upayakan untuk selalu mengorelasikan apa yang terjadi di dunia ini dengan Allah. Dalam arti, jangan sampai urusan dunia menjadi hal yang terpenting bagi kita sehingga kita melupakan urgennya masalah akhirat. Dengan begitu kita akan enteng dalam menghadapi persoalan dunia.
Misalnya, suatu hari kita dipuji oleh guru karena kita amat baik dalam mengerjakan tugas. Lalu ingatlah, bagaimana jika Allah lah yang memuji kita karena kita amat istiqamah dalam beribadah? Tentunya Allah akan memberikan kita hadiah yang tak ternilai harganya dibandingkan dengan penghargaan manusia, yaitu surga dan cinta-Nya :) Dengan begitu kita tidak akan angkuh dan serakah ingin memperoleh penghargaan manusia, tetapi sebaliknya kita akan selalu berupaya mengejar "penghargaan" Allah.
Contoh kasus lainnya, suatu hari kita mengecewakan teman-teman kita hingga mereka menjauhi kita tak ubahnya orang marah. Lalu ingatlah, bagaimana jika Allah menjauhi rahmat dan rahim-Nya dari kita karena kita telah mengecewakan-Nya? Bagaimana dengan murka-Nya? Bukankah amat besar siksaan yang akan kita hadapi apabila benar demikian? Maka bukankah amat enteng masalah dunia seperti itu dibandingkan dengan murka Allah yang amat dahsyat?

Jangan terlalu mempermasalahkan hal-hal dunia: apresiasi manusia dan lainnya. Meskipun hablum min an-naas juga sama pentingnya dengan hablum min Allah, hal itu bukanlah excuse bagi kita untuk melupakan sisi akhiratnya. Menyeimbangkan kedua sisi memang sulit, tetapi bila memang tidak memungkinkan untuk mengejar keduanya, cobalah untuk mengejar akhiratnya dulu. Sebab ada sabda Rasul yang bunyinya seperti ini: "... barangsiapa yang (menjadikan) akhirat tujuan utamanya maka Allah akan menghimpunkan urusannya, menjadikan kekayaan ada dalam hatinya, dan (harta benda) duniawi datang kepadanya dalam keadaan rendah (tidak bernilai di hadapannya)" Bukankah ganjaran yang di dapat sudah lebih dari cukup untuk kita enteng menghadapi urusan dunia?

Sebab bahagia itu pilihan, badai tak akan memengaruhi indeks kebahagiaan kita. Sebagai manusia ringkih nan lemah, untuk sementara berhenti, menarik napas dalam-dalam, dan menenangkan pikiran adalah hal wajar. Namun jangan sampai satu kejadian "kecil" merusak mood kita berhari-hari. Membuat kita sedih berlarut-larut. Ingatlah, sebab kehidupan ini amat fluktuatif, badai yang lain pasti akan datang sementara badai yang ini akan ada akhirnya, this too shall pass.

Sebab syukur itu didatangkan, jangan sampai kita lupa menemukan hal baik dalam tiap saatnya. Kesempatan untuk bernapas, berteman, bercengkrama bersama keluarga pun sudah menjadi kenikmatan tiada tara yang patut kita syukuri. Jangan sampai nantinya masalah "enteng" dunia menjadikan kita krisis akan rasa syukur, menjadikan kita merasa mempunyai hidup yang paling hancur. Ingatlah, rasa syukur akan mendatangkan hal-hal baik lainnya, tetapi jauh sebelum itu, upayakan dulu untuk menepis kekufuran dengan berusaha mendatangkan rasa syukur :)

Ada yang bilang, sengitnya medan perang berbanding lurus dengan kuatnya pasukan. Kerasnya badai berbanding lurus dengan tingginya cemara. Dan tajamnya ombak berbanding lurus dengan andalnya pelaut. Ya, selamat berjuang para pelaut! Mungkin justru ombak dan badai ini lah yang patut disyukuri karena dengannya kita memiliki bukti "rasa syukur" ini telah kita upayakan. Meski dalam ombak dan badai yang besar. Alhamdulillah.

فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ
“ Maka ingatlah kepada-Ku, niscaya Aku akan ingat kepadamu. Bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu kufur kepada-Ku."
 (QS.Al-Baqarah:152) 


*untuk teman-temanku calon pelaut andal :)
Malam Jumat, 16 Jumadil Awal 1437 H



0 komentar:

Posting Komentar