Kamis, 25 Agustus 2016

Menjaga Perasaan

Menjaga perasaan bukanlah (hanya) tentang memandang dari kejauhan, dalam diam. Bukan pula (hanya) tentang menahan rasa penasaran dari kegemaran dan kesukaan seseorang. Bukan (hanya) mengenai menunggu hingga bisa saling mencukupkan. Bukan, perkara ini tidak pernah seremeh itu. Tidak pernah sekali pun.
Langit Pasteur, Agustus 2015

Perasaan--baik itu suka cita, haru biru, amarah, gelisah, benci, dan cinta--tidak diciptakan oleh Tuhan untuk mempersulit manusia. Semuanya bertujuan sama: memanusiakan manusia. Bagaimana nurani akan memberi sinyal jika bukan lewat perasaan? Perasaan adalah alat, oh bukan, perasaan adalah obat. Sederhananya, jika hatimu membutuhkan siraman qurani, perasaan bernama gelisah akan dimandat oleh Tuhan. Ia adalah obat, pahit mungkin, tapi bermanfaat, agar hati meraih tentram dan nikmat.

Obat bisa saja tidak bekerja optimal. Utamanya bila salah sasaran, tidak tepat takaran, atau tidak diiringi pola hidup sehat, maka akan percuma saja semua siasat. Sama halnya dengan perasaan, bila kita salah dalam menanggapinya atau tidak mengembalikannya lagi pada Pemberi Perasaan, boleh jadi perasaan itu akan membawa kita ke jurang tiada hujung. Inginkah rasa ditransformasi menjadi kemanfaatan atau kemudaratan? Itu semua pilihan kita, sang pengenggam rasa.

Ada lagi yang satu ini, paling terkenal sejagat raya. Yang bila hati merasa sepi dan membutuhkan sosok untuk dikagumi, dimandatlah perasaan tersohor: cinta. Rasa yang banyak dipuja manusia. Sama halnya dengan perasaan lain, cinta adalah obat, dan menjaganya di sebaik-baiknya tempat adalah kesembuhan dan nikmat. Cinta datang bukan untuk menjejali manusia dengan pikiran kusut akan masa depan, menghabiskan waktu berasumsi dengan siapa kan ke pelaminan, bukan. Cinta datang bukan untuk membuat manusia terjaga sampai tengah malam, mereka-reka ketidakpastian, bukan. Cinta datang bukan untuk diucap sembarangan, dengan dalih meresonansikan impian dan harapan, karena kalau iya, itu bukanlah cinta yang sedang dielu-elukan penghuni langit, sama sekali bukan.

Menjaga cinta, menjaga perasaan, bukan (hanya) tentang itu semua. Setidaknya bagiku, cinta datang untuk memudahkan manusia mengenal Pencipta Cinta, dan menjaganya adalah kemuliaan untuk terus menyempurnakan rasa. Menjaga cinta, menjaga perasaan, adalah tugas berat nan suci yang harus diemban seorang hamba yang memilih untuk tunduk patuh pada perintah Tuhan dibanding jatuh pada hasrat tak berkesudahan. Menjaga cinta, menjaga perasaan, adalah tentang menemukan Tuhan dalam setiap pencarian. Menemukan bahwa kelapangan hati adalah pintu peneduh rezeki, tentunya setiap jenis rezeki. Menemukan bahwa takdir adalah doa yang dimakbulkan ketika berserah diri. Menemukan bahwa tidak ada gunanya bersiap selain untuk akhirat. Menemukan bahwa rasa adalah milik-Nya dan tiada lain hanyalah untuk-Nya.

Tidak usah berpusing ria mencari dan menerka seseorang yang nantinya juga akan datang di sebaik-baiknya waktu, tempat, dan rencana. Sebab sudah ada Dia yang pasti ada. Selalu, jagalah perasaan karena kamu ingin menemukan-Nya :)

Cimahi, 24 Agustus 2016

0 komentar:

Posting Komentar