Entah besok, lusa, di masa depan, apa yang kita pikir akan selalu digenggam mungkin saja (di/ter)lepas. Maka kesimpulan hanya eksis untuk mereka yang telah menyingkap tabir dengan sebaik-baik cara, rencana, waktu, dan keadaan.
*
Catatan:
untuk para penggenggam yang dirundung tanya tiada redam
untuk para penggenggam yang dirundung tanya tiada redam
![]() |
Gedung JICA, UPI; pada senja bulan September |
JICA di sini ada rasa,
akankah ia bernama?
JICA di sini ramai fasa,
akankah ia mewujud senyawa?
Seremeh itukah rasa bernama?
Semudah itukah manunggal jiwa?
Apakah kini kita pantas disebut penggenggam rasa
ketika sejatinya rasa adalah milik-Nya?
Kalau kita benar penggenggam
'kan ada pilihan:
jatuh ke titik nadir
dengan sikap dan laku nan pandir
dengan sikap dan laku nan pandir
atau mendaki melapir
Menyingkap tabir dengan menjemput takdir
Pada sebaik-baik cara, rencana, waktu, dan keadaan.
Sebab Hasan al-Bashri kata, "Aku tahu
bahwa rizkiku tak akan diambil orang lain.
Karenanya hatiku tenang."
Ya, karenanya hatiku tenang.
Sesederhana itu.
Maka JICA di sini ada rasa,
namai ia dengan cinta
pada Pencipta dan Pembolak-balik Rasa.
Pada ketetapan, yang cara menjemputya adalah ujian.
Pada tentang, yang tidak bertanya kapan dan siapa,
melainkan bagaimana
**
melainkan bagaimana
**
Bagi para penggenggam, terus mutakhirkan diri dan hebatkan masa depan.
Kesimpulan hanya 'kan eksis bagi orang-orang yang bersabar.
Sebab yang saat ini belum tentu menjadi yang suatu-saat-nanti.
Kesimpulan hanya 'kan eksis bagi orang-orang yang bersabar.
Sebab yang saat ini belum tentu menjadi yang suatu-saat-nanti.
Sebab menggenggam, sejatinya ujian.
Sejatinya pilihan :)
0 komentar:
Posting Komentar