Kamis, 16 Maret 2023

Cerpen: Sudah Kubuat Mungkin

"Sudah kubuat semuanya mungkin untukmu. Maka sekarang sisanya, tergantung kamu," kata perempuan itu dengan tatapan mata tajam, yang entah melihat ke arah mana. Namun sepertinya, semut-semut yang menyaksikan pun ikut bergidik, merasa sedang disasar untuk jadi bahan santap malam.

Belum selesai lawan bicaranya mencerna kata-kata perempuan itu, ia kembali melanjutkan,

"Kamu, tak usahlah membuat aku tambah repot. Toh urusan kita yang lain sudah jauh lebih merepotkan. Tak perlulah ditambah-tambah dengan dirimu yang tak mau jalan saat sudah diberi lampu bahkan jembatan."

"Kita sedang hidup di dunia nyata, bukan drama korea. Percuma menatap langit yang sama kalau cuma menatap saja, nggak berusaha ke sana. Besok besok juga warna langitnya berubah. Dan kita, belum tentu masih sudi menatapnya," tumpas sang perempuan.

Sang lawan bicara, yang juga adalah seorang lelaki bermata terang, tanpa disangka menyunggingkan senyum yang membuat kelabakan sang perempuan.

"Saya paham. Terima kasih telah berjuang," kata-kata lelaki itu tertahan. Ia menarik dan menghembuskan napas berat, menciptakan keheningan yang cukup panjang, kemudian bergumam,

"Hm..."

"Kalau besok saya datang, bagaimana?"

Sang perempuan terkaget, air muka dan nada bicaranya berubah seketika, "Eh, besok? Ke mana? Nggak kecepetan?"

Sang lelaki kembali terdiam. Sementara sang perempuan makin kacau penasaran. Tanpa aba-aba, sang lelaki mulai tertawa renyah,

"Hahaha, kata kamu 'kan tergantung saya. Kamu nggak tahu 'kan kalau bagi saya besok itu sudah sangat tepat?" kata lelaki itu, merasa baru saja menciptakan kejutan berhadiah nobel abad ini.

"Saya juga, tanpa sepengetahuan kamu, sudah berjalan menuju langit itu, kok," tambahnya, kali ini menyimpan sesuatu yang amat dalam.

Sementara langit baru saja memasuki waktu jingganya. Semesta terdengar makin sunyi. Menyisakan sang perempuan yang makin ke mana-mana arah matanya, saking malu dan bahagianya.

Tamat.

1 komentar: