(sebuah fiksi mini)
"Teh, beri aku nasihat," suatu hari aku, dengan sekelumit pikiranku, mengirim pesan melalui salah satu platform media sosial. Pesan yang ditujukan kepada seseorang yang kukenal kaya akan hikmah.
Pesan itu ceklis dua. Menandakan sudah terkirim dengan sempurna. Tinggal menunggu dibaca.
Sembari menunggu, kutaruh ponsel jauh-jauh. Saat itu kepalaku sudah mumet. Urusanku banyak yang seret. Hati sudah tak karuan. Mulai timbul banyak kegamangan.
Ya, aku merasa sedang jatuh sejatuh-jatuhnya.
Brrt... Brrtt... Ponselku bergetar.
Dua pesan bernotifikasi hijau masuk ke ponselku. "Ada masalah apa, Nis?" kata pesan di baris pertama, "Teteh bisa bantu apa?"
"Beri aku nasihat, Teh. Apa saja. Aku lagi jatuh, Teh. Aku banyak mengacau," tulisku singkat. Langsung ceklis biru, telah dibaca oleh si penerima.
Beberapa detik selanjutnya terlihat bahwa penerima pesan sedang mengetik dengan amat panjang.
Masuk sebuah pesan panjang:
.
"Nis, kamu nggak akan mampu mengerjakan semuanya, apalagi kalau Allah tidak menyerta. Maka selalu libatkan, libatkan Ia, karena Ialah yang akan memampukan kamu nanti,"
.
Begitulah. Pesan itu, kubaca lagi dan lagi.


0 komentar:
Posting Komentar